Postingan

Adit dan Naya

"Apa yang membuatmu tidak bisa melupakannya, bukankah kau sudah terlukai begitu dalam?," tanyaku di suatu sore yang berhujan. Dia tidak menggubrisku, justru sibuk menengadahkan tangannya untuk menampung air hujan yang sedang berjatuhan melalui atap toko, tempat kami memilih berteduh. "Kenapa tidak menerabas saja? aku suka hujan-hujanan," gumamnya. "Pertanyaan seharusnya dijawab dengan sebuah jawaban, bukan dengan pertanyaan kembali, Naya." "Kau salah, Adit. Tidak semua pertanyaan harus terjawab saat itu juga." Dia menjawab dengan nada yang begitu datar. "Baik. Aku tidak ingin kau jatuh sakit." "Aku kebal. Sekedar air hujan tidak akan  membuatku mati terkapar." Aku menatapnya tajam. Mata kami saling menatap. Dan lagi, aku kalah. Aku tidak pernah bisa menatap mata itu dalam-dalam dengan waktu yang lama. Terlalu teduh, dan mematikan. Celakanya Naya tahu kelemahanku ini. "Aku sudah bilang, Adit. Kau boleh pe

Note self

Jika kelak kau sudah siap saudariku, Pastikan tata caranya yang berkah  Jika kelak kau siap saudariku, Kuatkanlah hatimu. Sebab muslimah yang notabenenya 'sudah ngaji' juga diuji imannya dari arah manapun  Jaga diri, komunikasi, pergaulan, lingkungan dan terlebih hubunganmu dengan Allah  Mencintai orang baik itu tidak salah. Yang salah jika kau menggunakan cara yang salah untuk mendekatinya  Jika bisa, sungguh lebih baik jika engkau tumbuhkan cinta setelah halal. Itu lebih baik. Itu lebih menjaga :) Namun jika engkau memiliki masa lalu yang tidak baik, maka perbaikilah. Dan pembuktiannya adalah engkau tidak mengulanginya lagi  Toh, semua orang tak perlu tau bukan alasan dibalik kita melakukan itu semua? Lillah.. Termasuk diam yang paling menyakitkan  Bersyukurlah jika kau memiliki kesibukan lain daripada memikirkan soal jodoh, tak perlu risau. Justru itu lebih bagus, you're different inspirer ^^v . Semua ada waktunya... Jangan pernah membenci diri sendiri.

Salah Jalan

Masa-masa pandemi seperti ini..mengobrol dengan teman adalah salah satu upaya untuk menjaga kewarasan pikiran. "Gin, kamu pernah ngerasa gak, jalan yg kamu ambil itu salah? Misal nih, aku ada titik dimana merasa keputusanku kuliah lagi itu gak memuaskan orang tua.. yg pinginnya aku langsung kerja aja. Kalo udah gitu rasanya gairah belajar menguap wkwk". Aku dalam hati, "Oh bukan pernah lagi, tapi sering hahaha". "Wajar, karena yaa namanya ortu pengen lah dibantu dikit2 dari segi finansial. Berhubung kamu terlanjur nyemplung nih, berarti harus cari alternatif lain. Manfaatkan potensi yg kamu punya, misalnya nerjemahin bahasa arab", jawabku. "Aku kan kemarin udah ikhtiar dobel, ikut tes CPNS juga, tapi ya belum rejeki mau gimana... Gitu aku dibilang gak serius karena lebih milih S2... Sakit deh. Hmm..aku gak yakin sama kualitas terjemahku. Masih abal-abal hehe", katanya tidak yakin. "Gagal itu masa lalu, gapapa, fokus seka

Majelis

Setelah mendengarkan beliau menyampaikan, dibuka sesi pertanyaan dimana akhwat dan ikhwan berada dilantai yang berbeda, kalau mau tanya kertasnya tinggal dilemparkan saja dari atas. Waktu pertama kali bahas kitab ushul tsalasahtul beliau berpesan "jika mau bertanya di usahakan pertanyaannya harus berkaitan dengan tema, agar kalian bisa mengkaji apa yang Ana sampaikan hari ini" Nah entah kenapa semua yang bertanya diluar tema, terlihat dari nada beliau sedikit kecewa dengan pertanyaan tersebut. Awalnya saya tidak begitu peka, tapi tiba-tiba ada ummu yang bilang buat pertanyaan lagi berkaitan dengan tema, untuk menyenangkan hati beliau. Saat-saat itu saya dan dek tyas pun kaget ... Entahlah seperti kebingungan waktunya singkat karena sudah mau masuk ashar, saya pun menuliskan pertanyaan sambil mikir dan bolak balik catatan, ummu pun ikut cemas hhh. Alhamdulillah akhirnya bisa dan langsung dilemparkan ummu kebawah. Beliau pun bilang ini pertanyaan terakhir ya. kata ummu,

Ta'aruf Diri

Nggak ada yang lebih romantis, selain mena'arufi diri. Well, mungkin ta'aruf dengan pasangan hidup juga nggak kalah romantis. Tapi, merangkai jati diri, dari sejarah hidup yang telah diberikanNya-- adalah petualangan yang manis, menantang, lagi memerdekakan. Akhir-akhir ini, aku sering bertukar gagasan pada sesama duapuluh sekian. Soal ta'aruf diri. Jika boleh berbagi dalam poin demi poin, barangkali ini yang mempermudah kami menyusun diri, to get each of ourselves together. Pertama, pelajari kesejarahan hidup kita.  Dari kecil hingga kini, Allah menyajikan ayat demi ayat berupa fenomena.  Misal, "Kenapa ya waktu kecil aku dibuli?" (Supaya aku bisa berempati pada kaum tertindas). Atau "Kenapa ya, aku terlahir dari keluarga begini?" (Agar aku kuat, banyak belajar dari keluargaku untuk bangun keluarga yang lebih baik). Atau "Kenapa ya, aku dari batita seneng banget nyari kutu kucing?" (Kelak aku akan jadi researcher s