Adit dan Naya
"Apa yang membuatmu tidak bisa melupakannya, bukankah kau sudah terlukai begitu dalam?," tanyaku di suatu sore yang berhujan. Dia tidak menggubrisku, justru sibuk menengadahkan tangannya untuk menampung air hujan yang sedang berjatuhan melalui atap toko, tempat kami memilih berteduh. "Kenapa tidak menerabas saja? aku suka hujan-hujanan," gumamnya. "Pertanyaan seharusnya dijawab dengan sebuah jawaban, bukan dengan pertanyaan kembali, Naya." "Kau salah, Adit. Tidak semua pertanyaan harus terjawab saat itu juga." Dia menjawab dengan nada yang begitu datar. "Baik. Aku tidak ingin kau jatuh sakit." "Aku kebal. Sekedar air hujan tidak akan membuatku mati terkapar." Aku menatapnya tajam. Mata kami saling menatap. Dan lagi, aku kalah. Aku tidak pernah bisa menatap mata itu dalam-dalam dengan waktu yang lama. Terlalu teduh, dan mematikan. Celakanya Naya tahu kelemahanku ini. "Aku sudah bilang, Adit. Kau boleh pe